BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat merupakan suatu induk ilmu pengetahuan, yang berarti mencari
hakikat sesuatu sedalam-dalamnya atau berfikir tentang sesuatu dengan
seluas-luasnya sampai berpijak pada kebenaran yang terdalam. Banyak terdapat
cabang dalam filsafat, diantaranya ada filsafat islam, filsafat ilmu, filsafat
pengetahuan maupun yang lain. Pada makalah ini kami akan mambahas tantang
filsafat islam.
Kajian tentang para filosuf dan pemikiran-pemikirannya sangatlah luas.
Namun dalam makalah ini kami membahas tentang filsafat islam. Padaa pembahasan
ini kami membahas masalah pegertian
filsafat islam, sejarah singkat filsafat islam,
objek filsafat islam, hubungan filsafat islam dengan ilmu lainnya dan
beberapa tokoh dalam filsafat islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Islam
Dalam Lisan Al-A’rab, kata falsafat berakar dari kata
falsafa, yang memmiliki arti al-hikmah. Sebuah kata yang berasal dari luar
bahsa arab. Kata falsafa dipinjam dari bahasa yunani yang sangat terkenal, philosophia,
yang berarti kecintaan pada kebenaran (wisdom). Dengan demikian filsafat juga
disebut al-hakim (ahli hikmah atau orang bijaksana), dengan bentuk jamak
al-hukama.[1] Filsafat Islam adalah hasil pemikiran filsuf tentang ajaran ketuhanan,
kenabian, manusia, dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan
pemikiran yang logis dan sistematis.
B. Sejarah singkat
timbulnya Filsafat Islam
Cara pemikiran Filsafat secara teknis muncul pada masa permulaan jayanya
Dinasti Abbasiyah. Di bawah pemerintahan Harun al-rasyid, dimulailah
penterjemahan buku-buku bahasa Yunani kedalam bahasa Arab. Orang-orang banyak
dikirim ke kerajaan Romawi di Eropa untuk membeli manuskrip. Awalnya yang
dipentingkan adalah pengetahuan tentang kedokteran, tetapi kemudian juga
pengetahuan-pengatahuan lain termasuk filsafat. Penterjemahan ini sebagian
besar dari karangan Aristoteles, Plato, serta karangan mengenai Neoplatonisme,
karangan Galen, serta karangan mengenai ilmu kedokteran lainya, yang juga
mengenai ilmu pengetahuan Yunani lainnya yang dapat dibaca alim ulama Islam.
Tak lama kemudian timbulah para filosof-filosof dan ahli ilmu pengetahuan terutama kedokteran di
kalam umat Islam.
Penamaan
filsafat Arab tidak berarti pemikiran filsafat itu hasil karya suatu ras atau
suatu bangsa. Islam bukan hanya aqidah atau keyakinan semata-mata melainkan
juga peradaban dan sikap peradaban mencakup segi-segi kehidupan moral,
material, pemikiran dan perasaan. Jadi Filsafat Islam ialah segala studi
filsafat yang dilukis di dalam dunia Islam, baik penulisnya orang Muslim,
Nasrani ataupun Yahudi.
Sebenarnya
perbedaan istilah tersebut hanya perbedaan nama saja, sebab bagaimana pun hidup
dan suburnya pemikiran tersebut (filsafat) adalah di bawah naungan Islam dan
kebanyakan karyanya ditulis dalam bahasa Arab.
Kalau yang dimaksud dengan ‘ Filsafat Arab ‘
ialah bahwa filsafat tersebut adalah hasil umat Arab semata-mata tidak benar,
sebab kenyataan menunjukan bahwa Islam telah mempersatukan berbagai umat dan
kesemuanya telah ikut serta dalam memberikan sumbangannya dalam filsafat
tersebut. Sedangkan kalau yang dimaksud dengan Filsafat Islam ialah bahwa
tersebut adalah hasil pemikiran kaum Muslimin semata-mata juga berlawanan
dengan sejarah, karena mereka pertama-tama berguru pada aliran Nestorius
dan Jacobitas dari golongan Masehi,
Yahudi dan penganut agama Sabi’ah, dan kegiatan mereka dalam berilmu dan
berfilsafat selalu berhubungan dengan orang-orang Masehi dan Yahudi yang ada
pada masanya.
Namun pemikiran-pemikiran filsafat pada kaum Muslimin lebih tepat
disebut ‘Filsafat Islam‘, pengingat bahwa Islam bukan saja sekedar agama,
tetapi juga kebudayaan. Pemikiran filsafat sudah barang tentu terpengaruh oleh
kebudayaan Islam tersebut, meskipun pemikiran tersebut adalah Islam baik tentang
problema-problemanya, motif pembinaannya maupun tujuannya, karena Islam telah
memadu dan menampung aneka kebudayaan serta pemikiran dalam satu kesatuan.[2]
C. Objek Filsafat Islam
Objek filsafat islam dalam tema besar adalah Tuhan,
alamm, manusia, dan kebudayaan yang bersumber kepada Al-Quran, Al-Hadits, dan
akal. Dalam versi ahli ushul fiqh filsafat dibagi dalam dua rumusan, yaitu :
1. Falsafah tasyri. Filsafat yang memancarkan
hukum islam atau menguatkannya daan memeliharanya. Fiklsafat ini berrtugas
membicarakan hakikat dan tujuan penetapan hukum islam. Filsafat tasyri terbagi
pada:
a. Dasar hukum islam
b. Prinsip-prinsip hukum islam
c. Pokok-pokok hukum islam atau sumber-sumber
hukum islam
d. Tujuan-tujuan hukum islam
e. Kaidah-kaidah hukum islam
2. Falsafah Syariah. Filsafat yang diungkapkan
dari materi-materi hukum islam seperti ibadah, muamalah, jinayah, ‘uubah, dan
sebagainya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat dan rahasia hukum islam.
Termasuk dalam pembagian falsafah syariah adalah:
a. Rahasia-rahasia hukum islam
b. Ciri-ciri khas hukum islam
c. Keutamaan-keutamaan hukum islam
d. Karakteristik hukum islam[3]
D. Hubungan filsafat Islam
1. Hubungan filsafat islam dengan
filsafat yunani
Ilmu filsafat tidak diketahui orang –orang islam, kecuali
setelah masa daulah Abbasiyahpertama (132-232H/750-847 M). ilmu itu ditransfer
ke dunia islam melalui penerjemahan dari buku-buku filsafat yunani yang telah
tersebar di daerah-daerah laut putih seperti :Iskandariah, Anthakiah, dan
Harran. Terlebih pada saat adanya Al-Hikmah
sebagai pusat ilmu filsafat. Para cendekiawan pada saat itu berusaha memasukkan
filsafat yunani sebagai bagian dari metodologi dalam menjelaskan islam,
teritama akidah untuk melihat perlunya persesuaian antara wahyu dan akal.
Filsafat sesuai dengan agama sebab tujuan agama pun tidak lain adalah menjamin
pengetahuan yang benar bagi umat manusia dan menunjukkan jalan yang benar bagi
kehidupan yang praktis.
Dari
uraian tersebut , filsafat islam berkembang setelah umat islam memiliki
hubungan interaksi dengan dunia Yunani. Dengan demikian, tampak jelas adanya
hubungan yang bersifat akomodatif bahwa
filsafat yunani memberi modal dasar dalam pelurusan berpikir yang ditopang
sejatinya oleh Al-Quran sejak dulu. Secara teologis dapat dikatakan bahwa
sumber Al-Quran secara Azali telah ada maka filsafat Yunani hanya sebagai
pembuka, sementara bahan-bahannya sudah ada di dalam Al-Quran sebagai desain
besar Allah SWT. Pemikiran islam tidak bersumber dari filsafat Yunani. Akan
tetapi, persoalan yang muncul adalah orisinalitas filsafat islam, apakah ia
mengekor atau pelopor. [4]
2. Filsafat Islam dengan Ilmu Tasawuf
Tasawuf
sebagai suatu ilmu yang mempelajari cara dan bagaimana seorang muslim berada
dekat, sedekat mungkin dengan Allah. Tasawuf terbagi dua, yaitu Tasawuf Amali
dan Tasawuf Falsafi. Dari pengelompokan tersebut tergambar adanya unsur-unsur
kefilsafatan dalam ajaran tasawuf, seperti penggunaan logika dalam menjelaskan
maqamat (al-fana, al-baqa, ittihad, hulul, wahdat al- wujud).
3.
Filsafat Islam dengan Ilmu
Kalam (Teologi)
Setelah
abad ke-6 Hijriah terjadi percampuran antara filsafat dengan ilmu kalam,
sehingga ilmu kalam menelan filsafat secara mentah-mentah dan dituangkan dalam
berbagai bukti dengan mana Ilmu Tauhid. Yaitu pembahasan problema ilmu kalam
dengan menekankan penggunanaan semantic (logika) Aristoteles sebagai metode,
sama dengan metode yang ditempuh para filosof. Kendatipun Ilmu Kalam tetap
menjadikan nash-nash agama sebagai sumber pokok, tetapi dalam kenyataannya
penggunaan dalil naqli yang tampak pada perbincangan mutakalimin. Atas dasar
itulah sejumlah pakar memasukkan Ilmu Kalam dalam lingkup Filsafat Islam.
4.
Filsafat Islam dengan Ilmu
Fiqh
Dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur¡¦an yang berkenaan dengan hokum diperlukan
ijtihad, yaitu suatu usaha dengan mempergunakan akal dan prinsip kelogisan
untuk mengeluarkan ketentuan-ketentuan hukum dari sumbernya. Syaikh Mustafa
Abdurrazaq dalam bukunya yang berjudul Tauhid Li Tarikhul Falsafatil Islamiyah
(pengantar sejarah Islam) menyatakan, bahwa Ilmu Ushul Fiqh sepenuhnya
diciptakan dan diletakkan dasar-dasar oleh Asy-Syafi¡’ie, tentu akan melihat
dengan jelas adanya berbagai gejala pemikiran filsafat.[5]
E. Filsafat Islam
1. Filsafat Al Kindi
Al Kindi berusaha
memadukan antara filsafat dan agama. Filsafat berdasarkan akal pikiran adalah
pengetahuan yang benar (knowledge of truth), al Qur¡¦an yang membawa
argument-argumen yang lebih meyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan
dengan kebenaran yang dihasilkan filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan
berfilsafat tidak dilarang, bahkan berteologi adalah bagian dari filsafat,
sedangkan Islam mewajibkan mempelajari Teologi. Bertemunya filsafat dan agama dalam kebenaran deamn
kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping wahyu
mempergunakan akal dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama
(the first Truth) bagi Al kindi ialah Tuhan. Keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada
tiga hal yaitu :
1.
Ilmu agama merupakan bagaian dari filsafat
2.
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan filsafat, saling berkesuaian.
3.
Menuntut ilmu, secara logika diperintahkan dalam agama.
v Filsafat Metafisika
Tuhan dalam filsafat al
kindi tidak mempunyai hakiakat dalam arti aniah atau mahaniah. Tidak aniah
karena kerena Tuhan tidak termasuk dealam benda-benda yang ada dalam alam,
bahkan Ia adalah pencipta alam. Ia tidak tersususn dari materi dan bentuk, juga
tidak mempunya hakiakat dalam bentuk mahaniah, karena Tuhan bukan merupakan
gensus dan species. Tuhan hanya satu, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Tuhan adalah
unik, Ia semata-mata satu. Hanya Ia lah yang satu dari pada-Nya mengandung arti
banyak.
v Filsafat Jiwa
Menurut Al Kindi, roh
itu tidak tersususun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia.
Substansi roh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan roh dengan Tuhan sama
dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual,
Ilahiah, terpisah sdan berbeda dari tubuh. Roh adalah lain dari badan dan
mempunyai wujud sendiri. Keadaan badan (jasmanni) mempunyai hawa nafsu dan
sifat pemarah (passion). Roh menentang keinginan hawa nafsu dan passion.
2.
Filsafat
Al-Farabi
Al Farabi
berusaha memadukan beberapa aliran filsafat fal safah al taufiqhiyah atau
wahdah ala falsafah yang bebrkembang sebelumnya, terutama pemikiran Plato,
Aristoteles, dan Plotinus, juga antara agama dan filsafat. Al
farabi berpendapat bahwa pada hakikatnya filsafat itu adalah satu kesatuan,
oleh karena itu para filosof besar harus menyetujui bahwa satu-satunya tujuan adalah mencari kebenaran.
v
Metafisika
Wajib al wujud adalah tidak boleh tidak ada, ada dengan sendirinya, esensi dan wujudnya adalah sama dan satu. Ia adalah wujud yang sempurna selamanya dan tidak didahului oleh tiada.jika wujud ini tidak ada, maka timbul kemustahilan, karena wujud lain untuk adanya tergantung kepadanya. Inilah yang disebut dengan Tuhan. Sedangkan mumkin al wujud adalah sesuatu yang sama antara berwujud dan tidaknya. Mumkin al wujud tidak akan berubah menjadi actual tanpa adanya wuijud yang menguatkan, dan dan yang menguatkan itu bukan dirinya tetapi wajib al wujud.
Wajib al wujud adalah tidak boleh tidak ada, ada dengan sendirinya, esensi dan wujudnya adalah sama dan satu. Ia adalah wujud yang sempurna selamanya dan tidak didahului oleh tiada.jika wujud ini tidak ada, maka timbul kemustahilan, karena wujud lain untuk adanya tergantung kepadanya. Inilah yang disebut dengan Tuhan. Sedangkan mumkin al wujud adalah sesuatu yang sama antara berwujud dan tidaknya. Mumkin al wujud tidak akan berubah menjadi actual tanpa adanya wuijud yang menguatkan, dan dan yang menguatkan itu bukan dirinya tetapi wajib al wujud.
v
Jiwa
Pendapat al Farabi tentang jiwa dipengaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles, dan Plotinus. Jiwa bersifat rohani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan jiwa, tidak berpindah-pindah dari sutau badan ke badan yang lainnya. Jiwa manusia disebut al nafs al nathiqoh, yang bersal dari alam ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalaq, berbentuk, berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa dicuiptakan tatkala jasad siap menerimanya.
Pendapat al Farabi tentang jiwa dipengaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles, dan Plotinus. Jiwa bersifat rohani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan jiwa, tidak berpindah-pindah dari sutau badan ke badan yang lainnya. Jiwa manusia disebut al nafs al nathiqoh, yang bersal dari alam ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalaq, berbentuk, berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa dicuiptakan tatkala jasad siap menerimanya.
v
Politik
Pemikiran al Farabi tentang politik yang amat penting ialah tentang politik yang dia tuangkan kedalam dua karyanya, al siyasah al madaniyyah (pemerintahan politik) dan ara¡¦ ala madinah al fadhilah (pendapaf-pendapat tentang Negara utama). Menurut al Farabi yang terpenting dalam Negara adalah pimpanan atau penguasanya, bersama sama bawahannya sebagaimana halnya jantung dan organ tubuh yahng lebih rendah secara berturut-turut.
Pemikiran al Farabi tentang politik yang amat penting ialah tentang politik yang dia tuangkan kedalam dua karyanya, al siyasah al madaniyyah (pemerintahan politik) dan ara¡¦ ala madinah al fadhilah (pendapaf-pendapat tentang Negara utama). Menurut al Farabi yang terpenting dalam Negara adalah pimpanan atau penguasanya, bersama sama bawahannya sebagaimana halnya jantung dan organ tubuh yahng lebih rendah secara berturut-turut.
v
Moral
Al Farabi menekankan empat jenis sifat utama yang harus menjadi perhatian untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi bangsa-bangsa dan setiap warga Negara. Yakni :
Al Farabi menekankan empat jenis sifat utama yang harus menjadi perhatian untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi bangsa-bangsa dan setiap warga Negara. Yakni :
1) keutamaan
teoritis yaitu prinsip-prinsip pengetahuna yang diperoleh sejak awal tanpa
diketahui cara dan asalnya, juga yang diperoleh dengan cara kontemplasi,
penelitian,dan melalui belajar dan mengajar.
2) keutamaan
pemikiran yaitu yang memungkinkan orang mengetahui hal-hal yang bermanfaat
dalam tujuan.
3) keutamaan
akhlak , bertujuan mencari kebaikan.
4) keutamaan amaliyah, diperoleh dengan dua cara, yaitu
pernyataan-pernyataan yang memuaskan dan merangsang.
3.
Filsafat Ibn Sina
v Tentang
Wujud
Dari Tuhanlah kemajuan yang mesti, mengalir intelegensi pertama
sendirian karena hanya dari yang tunggal. Yang mutlak, sesuatu yang dapat
mewujud. Tetapi sifat ontelegensi pertama tidak selamanya mutlak satu, karena
ia bukan ada dengan sendirinya, ia hanya mungkin dan kemungkinannnya itu
diwujudkan oleh Tuhan. Berkat kedua sifat itu, yang sejak saat itu melingkupi
seluruh ciptaan di dunia, intelgensi pertama memunculkan dua kewujudan yaitu :
a. Intelegensi
kedua melalui kebaikan ego tertinggi dari adanya aktualitas.
b.
Lingkungan
pertama dan tertingi berdasarkan segi terendah adanya, kemungkinan alamiyah.
Dua proses pamancaran ini berjalan terus sampai kita mencapai intelegensi
kesepuluh yang mengatur dunia ini, yang oleh kebanyakan filosuf muslim disebut
sebagai malaikat Jibril. Al Tawfiq (rekonsiliasi) antara Agama dan Filsafat. Sebagaimana Al Farabi, Ibn Sina juga mengusahakan pemanduan antara
agama dan filsafat. Menurutnya nabi dan filsof menerima kebenaran dari sumber
yang sama.[6]
v
Emanasi
Emanasi Ibn Sina menghasilkan sepuluh akal dan sembilan planet, sembilan akal mengurusi sembilan planet dan akal kesepuluh mengurusi bumi. Berbeda dengan pendahulunya Al Farabi, masing-masing jiwa berfungsi sebagai penggerak satu planet, karena akal (immateri) tidak bisa langsung menggerakan planet yang bersifat materi. Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal ke sepuluh adalah malaikat Jibril yang bertugas mengatur bumi beserta isinya.
Emanasi Ibn Sina menghasilkan sepuluh akal dan sembilan planet, sembilan akal mengurusi sembilan planet dan akal kesepuluh mengurusi bumi. Berbeda dengan pendahulunya Al Farabi, masing-masing jiwa berfungsi sebagai penggerak satu planet, karena akal (immateri) tidak bisa langsung menggerakan planet yang bersifat materi. Akal pertama adalah malaikat tertinggi dan akal ke sepuluh adalah malaikat Jibril yang bertugas mengatur bumi beserta isinya.
v
Jiwa
Secara garis besar pembahasan Ibn Sina tentang jiwa terbagi sebagai berikut :
Secara garis besar pembahasan Ibn Sina tentang jiwa terbagi sebagai berikut :
a. Jiwa
tumbuh-tumbuhan, mempunya tiga daya : makan, tumbuh , dan berkembang biak.
b. Jiwa
binatang, mempunyai dua daya : gerak (al-mutaharrikat) dan menangkap
(al-mudriakt).
c. Jiwa
manusia, mempunyai dua daya : praktis (yang berhubungan dengan badan), teoritis
(yang hubungannya dengan hal-hal abstrak)
v
Kenabian
Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, Ibn Sina membagi manusia dalam empat kelompok : mereka yang kecakapan teoritisnya sudah mencapai tingkatan penyempurnaan yang sedemikian rupa sehingga tidak membutuhkan lagi guru sebangsa manusia, sedangkan kecakapan praktisnya telah mencapai suatu puncak yang sedemikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif mereka yang tajam, mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa kini dan akan datang dan kemampun menimbulkan gejala-gejala aneh di dunia. Kemudian ia mempunyai daya kekuatan intuitif, tetapi tidak mempunyai daya imajinatif. Lalu orang yang mengungguli sesamanya hanya dengan ketajaman daya praktis mereka.
Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, Ibn Sina membagi manusia dalam empat kelompok : mereka yang kecakapan teoritisnya sudah mencapai tingkatan penyempurnaan yang sedemikian rupa sehingga tidak membutuhkan lagi guru sebangsa manusia, sedangkan kecakapan praktisnya telah mencapai suatu puncak yang sedemikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif mereka yang tajam, mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa kini dan akan datang dan kemampun menimbulkan gejala-gejala aneh di dunia. Kemudian ia mempunyai daya kekuatan intuitif, tetapi tidak mempunyai daya imajinatif. Lalu orang yang mengungguli sesamanya hanya dengan ketajaman daya praktis mereka.
v
Tasawuf
Ibnu Sina memulai tasawufnya dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan menerima ma’rifat dari akal af’al. Mengenai Tuhan dengan manusia, bertempatnya Tuhan dihati manusia tidak diterima oleh Ibn Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya, tetapi melalui perantara untuk menjaga kesucian perhubungan antara manusia dengan Tuhan saja. Karena manusia mendapat sebagian pencaran dari hubungan tersebut. Pancaran dan sinar ini tidak langsung keluar dari Allah, tetapi melalui akal af'al.[7]
Ibnu Sina memulai tasawufnya dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan menerima ma’rifat dari akal af’al. Mengenai Tuhan dengan manusia, bertempatnya Tuhan dihati manusia tidak diterima oleh Ibn Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya, tetapi melalui perantara untuk menjaga kesucian perhubungan antara manusia dengan Tuhan saja. Karena manusia mendapat sebagian pencaran dari hubungan tersebut. Pancaran dan sinar ini tidak langsung keluar dari Allah, tetapi melalui akal af'al.[7]
4.
Filsafat Al-Ghazali
v
Epistimologi
Pada mulanya ia berangggapan bahwa pengetahuan itu adalah hal-hal yang dapat ditangkap oleh panca indra. Tetapi kemudian ternyata bahwa baginya panca indra juga berdusta. Karena tidak percaya pada panca indra, al Ghazali kemudian meletakan kepercayaannya kepada akal. Alasan lain yang membuat al Ghazali terhadap akal goncang, karena ia melihat bahwa aliran-aliran yang mengunakan akal sebagai sumber pengetahuan, ternyata menghasilkan pandangan-pandangan yang bertentangan, yang sulit diselesaikan dengan akal.
Pada mulanya ia berangggapan bahwa pengetahuan itu adalah hal-hal yang dapat ditangkap oleh panca indra. Tetapi kemudian ternyata bahwa baginya panca indra juga berdusta. Karena tidak percaya pada panca indra, al Ghazali kemudian meletakan kepercayaannya kepada akal. Alasan lain yang membuat al Ghazali terhadap akal goncang, karena ia melihat bahwa aliran-aliran yang mengunakan akal sebagai sumber pengetahuan, ternyata menghasilkan pandangan-pandangan yang bertentangan, yang sulit diselesaikan dengan akal.
Lalu al Ghazali
mencari
ilm al yaqini yang tidak mengandung pertentangan pada dirinya. Tiga bulan
kemudian Allah memberikan nur yang disebut juga oleh Al Ghazali sebagai kunci
ma’rifat
ke dalam hatinya. Dengan demikian bagi Al Ghazali intuisi lebih tinggi dan
lebih dipercaya daripada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul
diyakini.
v
Metafisika
Lain halnya dengan lapangan metafisika (ketuhanan) al Ghazali memberikan reaksi keras terhadap neo platonisme Islam, menurutnya banyak sekali terdapat kesalahan filsuf, karena mereka tidak teliti seperti halnya dalam lapangan logika dan matematika. Menurut al Ghazali, para pemikir bebas tersebut ingin menanggalkan keyakinan-keyakinan Islam dan mengabaikan dasar-dasar pemuajan ritual dengan menganggapnya sebagai tidak berguna bagi pencapaian intelektual mereka.
Al Ghazali membagi manusia kepada tiga golongan, yaitu :
Lain halnya dengan lapangan metafisika (ketuhanan) al Ghazali memberikan reaksi keras terhadap neo platonisme Islam, menurutnya banyak sekali terdapat kesalahan filsuf, karena mereka tidak teliti seperti halnya dalam lapangan logika dan matematika. Menurut al Ghazali, para pemikir bebas tersebut ingin menanggalkan keyakinan-keyakinan Islam dan mengabaikan dasar-dasar pemuajan ritual dengan menganggapnya sebagai tidak berguna bagi pencapaian intelektual mereka.
Al Ghazali membagi manusia kepada tiga golongan, yaitu :
a. Kaum
awam, yang cara berfikirnya sederhana sekali.
b. Kaum
pilihan, yang akalnya tajam dan berfikirnya secara mendalam.
c. Kaum
penengkar.
v
Moral
Ada tiga teori penting mengenai tujuan mempelajari ahklak, yaitu:
Ada tiga teori penting mengenai tujuan mempelajari ahklak, yaitu:
a. Mempelajari
akhlak sebagai studi murni teoritis.
b. Mempelajari akhlak sehingga akan meningkatkan
sikap dan prilaku sehari-hari.
c. Karena
akhlak merupakan subjek teoritis yang berkenaan dengan usaha menemukan kebenaran
tentang hal-hal moral.
Kebahagiaan di
surga ada dua tingkat, yang rendah dan yang tinggi. Yang rendah terdiri dari
kesengan indrawi seperti makan dan minum, sedangkan yang tertingi ialah berada
dekat dengan Allah dan menatap wajah-Nya yang Agung senantiasa.
v Jiwa
Jiwa berada di alam spiritual, sedangkan jasad di alam materi. Setelah kematian jasad musnah tapi jiwa tetap hidup dan tidak terpengaruh dengan kematian tersebut, kecuali kehilangan wadahnya. Adapun hubungan jiwa dan jasad dari segi pandangan moral adalah setiap jiwa diberi jasad, sehingga dengan bantuannya jiwa bisa mendapatkan bekal hidup kekalnya. Jiwa merupakan inti hakiki manusia dan jasad hanyalah alat baginya untuk utnuk mencari bekal dan kesempurnaan, karena jasad sangat diperlukan oleh jiwa maka ia haus dirawat baik-baik. Menurut al Ghazali setiap perbuatan akal menimbulkan pengaruh pada jiwa, yakni membentuk kualiatas jiwa, asalkan perbuatan itu dilakukan dengan sadar. [8]
Jiwa berada di alam spiritual, sedangkan jasad di alam materi. Setelah kematian jasad musnah tapi jiwa tetap hidup dan tidak terpengaruh dengan kematian tersebut, kecuali kehilangan wadahnya. Adapun hubungan jiwa dan jasad dari segi pandangan moral adalah setiap jiwa diberi jasad, sehingga dengan bantuannya jiwa bisa mendapatkan bekal hidup kekalnya. Jiwa merupakan inti hakiki manusia dan jasad hanyalah alat baginya untuk utnuk mencari bekal dan kesempurnaan, karena jasad sangat diperlukan oleh jiwa maka ia haus dirawat baik-baik. Menurut al Ghazali setiap perbuatan akal menimbulkan pengaruh pada jiwa, yakni membentuk kualiatas jiwa, asalkan perbuatan itu dilakukan dengan sadar. [8]
5. Filsafat Ibnu Thufail
v
Filsafat dan Agama
Menurutnya filsafat dan agama adalah selaras, bukan merupakan
gambaran dari hakikat yang satu. Yang dimaksud agama disini adalah batin dan
syari¡¦at. Ia juga menyadari adanya perbedaan tingkat pemahaman pada manusia.
Ia menganggap tidak semua orang dapat mencapai kepada wajib al wujud dengan
jalan berfilsafat.
v
Metafisika
Bagi Ibn Thufail, dalil adanya Allah adalah gerak alam. Sesuatu yang bergerak tidak mungkin terjadi sendiri tanpa ada yang penggerak di luar alam, dan berbeda dengan yang digerakkan. Penggerak itu adalah Allah. Ibn Thufail membagi sifat Allah kepada dua macam :
Bagi Ibn Thufail, dalil adanya Allah adalah gerak alam. Sesuatu yang bergerak tidak mungkin terjadi sendiri tanpa ada yang penggerak di luar alam, dan berbeda dengan yang digerakkan. Penggerak itu adalah Allah. Ibn Thufail membagi sifat Allah kepada dua macam :
a. sifat
yang menetapkam wujud zat Allah, seperti ilmu, qudrat dan sifat-sifat ini
adalah zat-Nya sendiri.
b. Sifat
yang menfikan hal kebendaan dari zat Allah, sehingga Allah maha suci dari
ikatan hal kebendaan.
v
Epistimologi
Ibn Thufail menunjukkan jalan untuk sampai kepada objek pengetahuan yang maha tingi atau Tuhan. Jalan pertama melalui wahyu, dan jalan kedua adalah melalui filsafat. Ma’rifat melalui akal ditempuh dengan jalam keterbukaan, mengamati, meneliti, mancari, mencoba, membandingkan, klasifikasi, generalisasi dan menyimpulkan. Jadi ma’rifah adalah sesuatu yang dilatih mulai dari yang kongkrit berlanjut kepada yang abstrak. Dan khusus menuju global. Seterusnya dilanjutkan dengan perenungan yang terus menerus.
Ibn Thufail menunjukkan jalan untuk sampai kepada objek pengetahuan yang maha tingi atau Tuhan. Jalan pertama melalui wahyu, dan jalan kedua adalah melalui filsafat. Ma’rifat melalui akal ditempuh dengan jalam keterbukaan, mengamati, meneliti, mancari, mencoba, membandingkan, klasifikasi, generalisasi dan menyimpulkan. Jadi ma’rifah adalah sesuatu yang dilatih mulai dari yang kongkrit berlanjut kepada yang abstrak. Dan khusus menuju global. Seterusnya dilanjutkan dengan perenungan yang terus menerus.
v
Jiwa
Ada tiga kategori jiwa, yaitu :
Ada tiga kategori jiwa, yaitu :
a.
jiwa fadhilah,
yakni kekal dalam kebahagiaan karena menganal Tuhan dan terus mengerahkan
perhatian dan renungan kepadanya. kelak jiwa ini akan di tempakan di sorga.
b.
Jiwa fasiqah, yakni jiwa yang kekal dalam kesengsaraan dan
tempatnya dineraka. Karena pada mulanya jiwa ini telah menganal Allah, tetapi
kemudian melupakannya dengan melakukan berbagai maksiat.
c.
Jiwa
jahiliyyah, yakkni jiwa yang musnah karena tidak pernah menganal Allah sama
sekali, jiwa ini sama halnya dengan hewan melata.
Ibn
Thufail menawarkan tiga jenis amaliyah yang harus diterapkan dalam hidup :
1.
Amaliyah yang
menyerupai hewan (amaliyah yang dibutuhkan dan juga dapat menjadi penghalang
untuk meningkatkan amaliyah berikutnya yang lebih tinggi).
2. Amaliyah
yang menyerupai benda angkasa, yakni melakukan hubungan baik dengan dibawahnya,
dengan dirinya, dengan Tuhannya.
3.
Amaliyah yang
menyerupai al wajib al wujud, amaliyah ini akan mampu mengantar kepada
kebahagiaan abadi sebagai sarana akhir dari prinsip moral.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari
pembahasan dapat disimpulkan bahwa filsafat tidak hanya berkembang di Yunani
tetapi juga dalam dunia islam. Pemikiran-pemikiran filsafat kaum muslimin yang
sering disebut dengan filsafat islam. Mengingat bahwa islam bukan saja agama,
tetapi juga kebudayaan. Pemikiran filsafat sudah tentu terpenngaruh oleh
kebudayaan islam tersebut meskipun pemikiran tersebut adalah islam, baik
tentang problema-problemanya, motif pembinaannya maupun tujuannya, karena islam
telah memadu dan menampung aneka kebudayaan serta pemikiran dalam satu
kesatuan. Filsafat islam dapat diartikan sebagai jembatan yang menghubungkan
antara falsafah kuno dan falsafah pada abad kebangkitan. Selain itu,
menggambarkan bahwa islam bersifat toleran dan lapang dada sehingga falsafah
Yunani kuno dapat bernaung dan dipelihara oleh umat islam dengan
sebaik-baiknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Supriyadi, Dedi M.Ag. Pengantar Filsafat
Islam. 2009. Bandung: CV Pustaka Setia
Soleh, A. Khuduri. Wacana Baru Filsafat
Islam. 2004. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Daudy, Ahmad Dr. Segi-segi pemikiran
Islam. 1984. Jakarta: Bulan Bintang
Madkour, Ibrahim Dr. Filsafat Islam.
1998. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
http://oephe.multiply.com/journal/item/21?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem 2 juni 2012 10:30