06 Desember 2022

Next2022

Kalau hidupmu belum pernah dikhianatin orang terdekat artinya porsi ujianmu bukan pada masalah Kepercayaan. 
Dikhianatin sampe kehilangan jati diri, dikhianatin pasangan (kukira tepat, ternyata... ) 
dikhianatin sahabat (kukira sahabat nyatanya...) 
dikhianatin Kerabat sendiri (kukira..., ternyata...) 
Porsi khianatnya gak nanggung: mereka pake jalur langit kali ya,. Aku kalah kendali, sehingga telat menaklukkan langitnya πŸ˜…

Baiknya Rabb, menunjukkan semua sebelum salah langkah. 
Pelajaran penting JAGA LIDAH. Karena kita tidak tau kadar penerimaan seseorang terhadap omongan kita sedalam apa. Bagi kita guyon, ternyata bagi si pendengar nyelekit, sampe sakit kebawa pulang dihati. 

Iri, dengki, hasad nya tersebut justru karena kesalahan atas lidahku sendiri. Omonganku yang angkuh, congkak, dan sok publish, pokoknya melangittt lah. Sumber malapeta ternyata. 
Bahayanya omongan yang tidak tertata, tanpa aku tau itu menjadi sumber kedengkian dan ambisi orang untuk menjadikanku objek dimiliki maupun diruntuhkan dengan jalur 'maksa' takdir tuhan. 

Aku pun gak ngerti abnormalnya diri ini sejak kapan. Aku sering ngomong gaje, masa awal pemulihan pun ate bilang aku sering gak konek kalau diajak bicara, bisa ngomong sendiri, tiba-tiba nangis, kadang ketawa untuk hal gak jelas. 
Pas aku cek tulisan cakar ayam (curhat gaje) memang ada beberapa yang kutulis pas di baca ulang: gak tau kapan aku nulis, apa esensi dari curhatan itu. Hampa, tulisan gaje yang muncul karena tidak ada pelarian lagi, Aku seperti menjalani hidup dengan dua orang dalam kepalaku, rasanya aku dikendalikan oleh sesuatu yang aku gak paham apa itu... Gelisah tiada henti, sesak yang mendadak, sakit dibeberapa bagian. Hufff LELAH 

Nemu postingan aku 2021 kemaren,  titik terendah aku yang frustasi milih ingin mati saja (ampuni kekacauanku Tuhan), hingga disadarkan kembali oleh keluarga. 
Udah gak tau seberapa banyak air mata yang tumpah, sebanyak apa air doa yang kuminum, dan orang2 yang kubuat nangis atas keadaanku. 
Realitanya: aku kambuh ketika aku marah dan aku tidak bisa mengontrol itu. Ada yang suka ngomong dlm otak ini, bergejolak mau mengendalikanku. Entahlah... serangan itu nyata atau sekedar halu. 
Kuanggap semua yang kulihat hanyalah mimpi buruk yang kuharap segera berakhir ketika aku terjaga. 

Spesialnya: banyak note, beberapa ijazah doa+sholawat yang kudapat dalam proses penyembuhan. Sejak awal udah di notice oleh papa --- "aku anak yg beruntung" Mindset itu aja dijaga supaya gak ngelantur dan gak mikir mati nyusul mamah. 
Saat itu bayangan aku malahan sebaliknya  isi pikiran dan pundakku terlalu berat rasanya. Otak sering ngomong sendiri, menyinkronkan hati dan pikiran, dipaksa sinkron tetap kontra ujungnya fisikku yang lemah, nangiss lah nih mata karena bentrok antara Akal dan Hati gak nyatu. Satu kata::: Masalahku rumit¡ hal yang sering kupertanyakan 
"Tuhan, kenapa harus aku?"

Sampai pada suatu keadaan, penenangku bilang : jangan lagi mempertanyakan 'kenapa aku, masa iya? Apa beneran?'
Cukup yakini, kamu lagi diuji, SABAR. 
Kamu yang dipilih menjalani ujian, maka kamu pasti dimampukan. 
Segala hal astral yang dilihat, bukankah tuhan maha Ghaib, justru syukuri kamu menyaksikan kuasa tuhan. 
Kuat-in Mujahadahnya, sering sering Musyahadah. 

Ini salah satu hikmah pula atas sakitku, 
Ku didekatkan dengan alim ulama, 
Pas dikasih wejangan, mujahadah dan musyahadah, lahh aku blank, mana paham apa itu muhajadah, teruss apa itu musyahadah,  gimana menerapkannya kalau tidak paham. 

Syukur sih syukur, efek mental nya itu lho gak ketulungan setelah ngalamin hal beginian. 
Sudah beberapa purnama, pemulihan belum selesai juga, belum mampu mengontrol emosi,  belum bisa fokus. 
Ternyata down mental itu juga perlu penanganan serius. 

Flashback, 2020 memang sempat berdoa, kuatin bahu ku ngadepin circle keluarga, kerja dan pertemanan yang waduduuh , ternyata cara nguatin bahu diijabah dengan ujian, bukannya  hilang tetapi justru tambah kompleks.  Baru sekarang pahammm,, bahunya yg dibentuk, hatinya minta lebih dilapangkan, diminta lebih luwes lagi nerima takdir. 


Semoga di Tahun berikutnya ikhlas sudah aku kantongin, dan nggak nanya 'kenapa aku? Kenapa aku?' lagi
2023 mampu merubah Sabar menjadi Syukur. 

Smile for end *of the Year